Fenomena Kejujuran dan Modernitas
Kung Fu Tse pernah bilang bahwa golongan manusia yang paling
jujur sedunia adalah petani. Petani selalu bercermin pada alam. Alam tidak
pernah berbohong: matahari selalu bersinar di siang hari; gelap selalu hadir di
malam hari. Apa yang dilakukan oleh petani adalah manifestasi dari dalam lubuk
hatinya. Antara kata hati dan perbuatan adalah kongruen atau selaras. Yang
lahir pedoman bagi yang batin, begitulah istilah Buya Hamka dalam bukumya “Tasawuf
Modern”. Apakah kejujuran itu hanya dimiliki atau didominasi oleh kalangan
petani saja, sedangkan profesi dan golongan lainnya tidak? Silahkan jawab
sendiri oleh masing-masing pribadi secara introsfektif.
Kita seringkali terjebak dalam paradox: di satu sisi kita
merindukan kejujuran menggejala dalam setiap aspek kehidupan, di sisi lain kita
sering menjadi korban ketidak jujuran dan pengkhianatan orang lain. Kita cinta
perdamaian namun acapkali kita menjadi sasaran kebencian orang lain. Memang
terasa berat untuk merunut benang kusut (labirin) kehidupan ini. Seringkali
kita hanya bisa mengurut dada karena lelah menghadapi “kejahatan” yang menimpa
kita. Dalam hal ini Gabriel marcel berkata dalam bukunya “Creative Fidelity”: “We
find the evil without remedy which exist in the world”. (Kita seringkali
menemukan kejahatan yang ada di dunia tanpa bisa berbuat apa-apa). Cape dech. Baca
juga postingan ane sebelumnya Iwan Fals dan Kongkalikong.
No comments:
Post a Comment