Seputar Perempuan: Nrimo Ing Pandum dan Konco Wingking
Erich Fromm |
Kahlil Gibran |
Masih adakah rasa cinta diantara kita. Cinta menjadikan seseorang tetap bertahan meskipun telah kehilangan segalanya. Kita sering melihat gelandangan dan pengemis saling besenda gurau di sore hari di bawah kolong jembatan penuh rasa ceria, meski mereka tak mampu menundukkan dunia.Dunia tidak berfihak kepada mereka, tapi mereka masih tetap bertahan karena adanya cinta diantara mereka. "Dan biarkan cinta, manusia dan yang papa memimpin hari yang akan tiba", begitu harapan Kahlil Gibran dalam "Dewa-dewa Bumi".
Kehadiran seorang perempuan dalam kehidupan laki-laki adalah sebuah keniscayaan. Ibu dan istri adalah dua tokoh kunci bagi kehidupan seorang laki-laki. Mereka hadir bagai air penyejuk di tengah kerontangnya kehidupan di dunia ini yang penuh dengan dialektika dan romantika. Mereka menjadi saksi hidup perjalanan jatuh-bangunnya sesosok laki-laki. Seorang Sabam Sirait merasa tetap menjadi pahlawan bagi istrinya meskipun dia kalah dalam debat di parlemen. Kehadiran seorang ibu bagi seorang Virgiawan Listanto bagai udara segar yang memberi nyawa bagi perjalanan kariernya. Kasih sayang seorang istri menjadikan seorang Kusni Kasdut tegar dalam menghadapi hukuman mati. Sumber cinta bagi seorang laki-laki adalah perempuan. Perempuan yang selalu nrimo ing pandum dan sumarah memiliki kekuatan dan keperkasaan yang sewaktu-waktu dibutuhkan laki-laki. Perempuan tidak hanya "konco wingking" yang hanya meladeni makan-minum (dapur), making love (kasur), namun lebih dari itu. Penyejuk dan penyemangat. Maka mari kita hargai perempuan sebagaimana kodratnya. Perempuan bukan makhluk kelas dua setelah laki-laki. Perempuan pun bukan "orang hitam" seperti dalam lagu John Lennon "women is the nigger of the world' dalam double fantasy.
No comments:
Post a Comment