October 19, 2012

Dilemma dan Decision Maker

Secangkir Kopi Tentang Dilemma dan Decision Maker

Dilemma (illustrasi)
Kita seringkali menghadapi dilemma dalam kehidupan sehari--hari baik itu di rumah atau di tempat kerja kita. Dilemma sering juga disebut dengan istilah bagaikan buah simalakama. Dimakan ibu tiada, tidak dimakan bapak yang tak ada. Kita sering dibuat pusing 7 keliling ketika dilemma melanda hidup kita. Apa yang harus kita lakukan agar jangan salah dalam mengambil keputusan. Biasanya dilemma muncul ketika kita dihadapkan pada 2 pilihan yang sama berat namun terpaksa harus memilih salah satu diantara keduanya. Ketika Nabi Nuh terpilih sebagai penumpang kapal yang harus diceburkan ke laut setelah diundi hingga 3 kali, maka itulah  pilihan yang terbaik demi menjaga perahu tidak sampai tenggelam karena kelebihan bobot. Hikmahnya adalah Nabi Nuh diselamatkan oleh ikan besar hingga ke pesisir pantai, meski sebelumnya Nabi Nuh harus kentar-kentir di dalam perut ikan tersebut. "La ilaha illa anta subhanaka innii kuntu minaddoolimiin", (Tidak ada tuhan selain ENGKAU, maha suci ENGKAU, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dlolim), itulah do'a Nabi Nuh yang seringkali kita tirukan ketika kita menghadapi ujian hidup.

Guruku: Achmad Charris Zubair
Dalam kasus lain dilemma sering teralami biasanya dalam kondisi darurat/terpaksa (force majeur atau overmacht). Adalah dibenarkan dan bebas dari ancaman hukuman dunya dan akhirat ketika kita terpaksa membunuh penjahat yang mengancam jiwa kita. Begitu juga kita diperbolehkan makan binatang yang diharamkan ketika kita tersesat di tengah hutan demi mempertahankan hidup (survival). Bahkan seorang janda diperbolehkan untuk melacurkan diri sekali itu saja ketika anak-anaknya terancam mati kelaparan. Jadi apa sih benang merahnya dari pengertian dilemma itu? Kaidah ushul fiqih mengatakan "Zalbil mashoolih, wa daf1ul mafaasidu" (ambil yang baik/maslahat dan buang yang mafsadatnya). Achmad Charris Zubair dalam kuliah etika di Filsafat UGM pernah mengatakan: "pertimbangan moral yang lebih tinggi lah yang harus kita ambil ketika kita terantuk pada 2 pilihan yang sama beratnya atau dilemma". Lebih baik Nabi Nuh diceburkan ke laut, ketimbang semua penumpang kapal mati tenggelam. Lebih baik makan binatang haram, ketimbang nyawa melayang di hutan. Lebih baik melacurkan diri saat itu saja ketimbang anak-anak mati kelaparan.  Lebih baik 1 domba yang terkena virus Ebola dibunuh ketimbang semua domba tertular olehnya. Lebih baik satu tangan yang terjangkit kanker diamputasi, ketimbang seluruh anggota badan terjalari oleh kanker tersebut.
Dilemma pasti pernah hinggap dalam kehidupan kita sebagai manusia biasa, apalagi kalau kita memegang posisi kunci dalam sebuah komunitas dan profesi  Para pengambil keputusan (decision maker) harus segera mengambil langkah tepat, cepat dan cerdas ketika dilemma muncul. Para hakim akan memperoleh pahala 2 jika keputusannya benar: 1 pahala untuk keputusannya yang cepat, 1 lagi untuk benarnya keputusannya itu. Bahkan jika pun salah dalam mengambil keputusan, hakim tetap memperoleh 1 pahala yakni atas keputusannya yang cepat. Hakim akan berdosa jika menggantung masalah tanpa adanya keputusan/vonis. Lalu, apakah kita selalu mengambil keputusan yang cepat dan tepat ketika dilemma muncul?. Sikap "ewuh pekewuh" seringkali jadi handicap bagi kita untuk segera mengambil keputusan. Hanya karena adanya "emotional bond", ikatan batin, dsb., kita sungkan untuk menagih utang kepada teman kita atau saudara, padahal beban kita begitu banyak. Kita seringkali sulit untuk menjaga jarak dengan seorang teman padahal dia telah beberapa kali mengkhianati kita. Kita selalu toleransi dan tepo seliro tapi tak pernah difahami kepentingan kita oleh orang lain, bahkan oleh teman tidur kita sendiri. Terkadang ada muncul negative thinking: "jangan-jangan kita "sleeping with enemy". hahahaha....mudah2an enggak..ih amit-amit. Udah ya ngantuk, silahkan baca juga postingan ane sebelumnya Tjokro Manggilingan dan Panta Rhei di blog ini.  
        .

No comments:

Post a Comment