September 17, 2012

Filsuf, Agama dan Perdamaian

Sekilas Pandang tentang  Filsuf, Agama dan Perdamaian

 "If we agree that our civilization is sick spiritually", menarik sekali pernyataan dari Herbert Marcuse salah seorang filsuf "Lingkaran Wina" dalam bukunya Eros and Civilization. Marcuse merasa prihatin bahwa manusia modern lebih mengutamakan kenikmatan duniawi dan fisik ketimbang nilai-nilai spiritual dan Ilahiah. Mekipun beliau termasuk mazhab kiri, namun tidak seradikal Karl Marx yang menihilkan peran agama dalam kehidupan. Marx menyebutkan bahwa agama adalah "the ophium of people", "the ophiate of people" seperti dalam bukunya "Das Kapital". Marcuse banyak diikuti, paling tidak hampir identik pemikirannya dengan Ernst Bloch yang masih mengakui keberadaan agama sebagai suatu bentuk protes manusia yang paling ekspresif terhadap eksistensi di luar dirinya. Bahkan dalam bukunya "The principle of Hope", Bloch menyatakan:"Where there is hope there is a religion". Dimana ada harapan disana ada agama. Marcuse dan Bloch meski kekiri-kirian, namun mengakui agama memiliki peranan yang penting dalam dialektika kehidupan manusia. Manusia, menurut Bloch sebagai a hoper {pengharap}, mengharapkan kehidupan yang lebih damai dan sejahtera seperti yang disebutkan Thomas More dalam bukunya "Utopia', Perdamaian dunia.


Lalu, kenapa di dunia hingga saat ini terus berkecamuk perang, fitnah, konflik, kedloliman, keserakahan, tidak adanya saling menghargai dan perdamaian antar dan inter agama, terorisme, dsb. Konflik syiah-sunni di Sampang, Perang jilid ke 2 di Timteng, bom terorisme tidak harus terjadi jika salah satu fihak tidak merasa paling benar dari fihak lainnya. Manusia modern terjebak pada egosentrisme, narsisisme dan chauvinisme yang menyesatkan. Aku adalah sumber kebenaran, lain tidak. Pemahaman terhadap agama yang salah kaprah memunculkan fundamentalisme dan radikalisme yang berujung pada anarkisme. Sehingga meunculkan phobia bagi penganut agama lain, bahkan agamanya sendiri. Citra agama tidak lagi sejuk dan menentramkan, namun menjadi horor yang menakutkan. Sehingga memunculkan penghinaan dan penistaan terhadap agama yang sering dijadikan komoditas oleh  kalangan seniman dan budayawan. Novel "La divina Comedia" adalah novel karya Leonardo Da vinci yang berisi sinisme terhadap agama nasrani, :"The Satanic Verses" karya Salman Rushdie yang berisi penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW, lalu sekarang "The Innocence of Moslems" film karya Bacile yang membuat umat Islam se-dunia tersinggung dan demo besar-besaran. Semuanya bermula dari bersumber dari tak adanya rasa humanisme dan kasih sayang diantara manusia modern. Manusia modern lebih suka menuhankan ideologinya sendiri tanpa toleransi bagi ideologi yang lain. Kemiskinan hati dan kerontangnya jiwa menjadi sumber dari semua konflik dan peperangan, "poverty is the greatest evil of our time; It spreads like a plague", kemiskinan hati adalah kejahatan yang paling besar di Abad kita ini, dia menjalar bagaikan penyakit menular/pes. Begitulah kata Gabriel Marcel dalam bukunya "Human Dignity".

Kita merindukan sosok Muhammad SAW, Mohandas Karamchand Gandhi, Bunda Theresa, Dalai Lama yang menempatkan agama pada proporsi yang sebenarnya, penuh kesejukan. Pokoke adem-ayem dech.  Udah ya ngantuk nich. Baca juga postingan ane sebelumnya laku.com ya.
       

No comments:

Post a Comment